Perpisahan
Dunia ini sungguh tak adil. Itu adalah fakta yang harus kita terima untuk berhasil menjalani hidup ini. Di dunia ini, banyak hal yang kita inginkan, tetapi tak semua bisa kita dapatkan.
Salah satu unsur yang sering terlibat dalam hal ini adalah cinta antara dua insan.
Oke, apa hubungannya?
Sekarang, saya ingin tanya. Pernahkah kamu mencintai seseorang? Mayoritas pasti pernah ya.
Lalu, apakah kamu berhasil menikah dengannya?
Jawabannya pasti; berhasil, tidak, atau belum tahu.
Jika berhasil, beruntunglah kalian, pasangan yang saling mencintai satu sama lain, bersatu dalam rumah tangga yang berkah.
Jika belum tahu, bersiap - siaplah dengan kemungkinan terburuk di masa depan. Saya tak menakut - nakuti, hanya ingin kamu mempersiapkan mental yang kuat. Apapun bisa terjadi.
Jika tidak berhasil, mari kita sama - sama mengurai rasa yang berkecamuk dalam diri.
Ya, begitu banyak variabel kehidupan yang bisa memisahkan pasangan yang saling mencintai.
Beda agama; berpisah.
Beda keyakinan; berpisah.
Beda visi kehidupan; berpisah.
Toxic relationship: berpisah.
Beda kasta ekonomi; berpisah.
Beda prinsip; berpisah.
Selingkuh; berpisah.
Tak direstui; berpisah.
Dan banyak lagi hal yang menyebabkan perpisahan. Padahal, hati sudah terikat olehnya, tetapi kenyataan pahit ada di depan mata, memaksa kita untuk mengasah logika yang tumpul akibat perasaan yang terlalu dalam.
Photo by Eric Ward on Unsplash |
Banyak perpisahan antara pasangan masalalu yang meninggalkan trauma. Trauma untuk mencintai seseorang (lagi), trauma menikah, trauma untuk kenal lebih dekat dengan lawan jenis, dan lainnya. Trauma ini tidak main - main, bahkan bisa sampai menyebabkan beberapa penyakit mental, hingga mengganggu rutinitas harian. Mereka yang menjadi korban karena cinta buta atau suatu hal, merangkak dari bawah untuk menyembuhkan psikis yang luka akibat hubungan masa lalu yang kelam.
Namun, kenyataan lain yang tak kalah menyakitkan adalah, ketika kamu tidak ada alasan untuk membencinya. Kamu berpisah bukan karena dia menyakitimu atau sebaliknya, tetapi karena sederet fakta kelam yang jelas akan merusak hubungan kalian di masa depan jika kalian terus bersama. Kamu atau dia memilih berhati - hati, agar tak ada yang terluka di masa depan. Namun, memori yang kalian miliki terlalu indah untuk dilupakan. Perasaan yang kalian miliki terlalu menakjubkan untuk dikubur begitu saja.
Ketika tak ada alasan untuk membenci, seumur hidup perasaan itu akan terpatri dalam hati. Dan itu menyakitkan. Mengingat orang yang 'pernah' menjadi bagian terindah dalam hidup, hanya menjadi kenangan samar yang membekas dalam ingatan. Kamu bangun di pagi hari, sendirian lagi, melakukan rutinitas lagi, tetapi hatimu tetap disana. Apalagi, jika kamu tak pernah mengetahui perasaannya seperti apa padamu. Kamu akan dihantui rasa penasaran seumur hidup oleh perasaannya yang abu - abu.
Terlanjur jauh melangkah - berpisah; menyisakan trauma.
Terlalu waspada dari awal - berpisah; dihantui perasaan, kenangan indah dan rasa penasaran akan dirinya.
Bagaimanapun, perpisahan akan menyisakan suatu luka. Baik yang meninggalkan, ditinggalkan, yang menjadi korban, ataupun pelaku. Melanjutkan hubungan malah mendatangkan bencana, meninggalkan atau ditinggalkannya malah dihantui rasa bersalah, kesedihan dan penasaran. Serba salah. Dicoba gagal, tak dicoba menyesal.
Sebab, balik lagi ke awal. Apapun pilihanmu, terimalah fakta bahwa dunia ini sungguh tak adil.
Oleh karena itu, dengan siapapun kamu jatuh cinta, dengan siapapun kisahmu berakhir, bagaimanapun kondisi hubunganmu dengannya... cintailah dirimu sendiri terlebih dulu. Kuatkan dirimu. Agar kamu tetap waras dalam kondisi apapun. Agar... ketika semua hal tak berjalan seperti yang kamu inginkan, kamu tetap bisa berpikir jernih untuk melangkah ke depan. Because, life must go on, fellas.
Comments
Post a Comment