Seberapa Sulit Menjadi Pria INFJ?

Hello, Fellow INFJ!

Sebagai makhluk yang memiliki pemikiran kompleks, INFJ sering sekali disalahpahami oleh orang lain. Terlebih, jika belum bisa berdamai dengan dunia, struggle itu terasa berkali - kali lipat membuat INFJ terpojok di sudut ruangan. 

Menyandang kepribadian INFJ saja sudah sulit, apalagi jika gender manusianya adalah pria. Lalu, mengapa lebih sulit menjadi pria INFJ dibandingkan wanita INFJ? Here we go!


Dijuluki Pria Sensitif

Dengan empati yang tinggi, dan sisi emosional yang cukup dalam, pria INFJ seringkali dicap sebagai pria yang terlalu sensitif, layaknya perempuan, dan itu dianggap bertolak belakang dengan stigma pria di kalangan masyarakat, yang seharusnya 'tangguh' dalam menghadapi apapun. Apalagi di negeri kita tercinta ini, dengan sistem patriarki sangat kuat, stigma ini sangat kental sehingga pria sensitif dianggap sebagai pria yang lemah.

Lalu, apakah ini benar - benar suatu kelemahan bagi pria INFJ? Bisa iya, bisa tidak. Iya, jika pria INFJ belum cukup belajar untuk menjadi bijak, maka mereka akan melampiaskan sensitifitas mereka kepada semua orang yang menyinggung perasaan mereka. Pun mereka bisa bertindak melakukan kekerasan loh, jika situasinya seperti itu. Tahu istilah 'senggol sedikit, bacok'? Kira - kira seperti itulah gambarannya.

Tidak, jika pria INFJ sudah berdamai dengan dunia. Apalagi jika sudah menganut Stoicisme. Kamu sudah? Yuk, mulai!

Photo by Lukas Godina on Unsplash


Dijuluki Playboy

Sebagai paradoks berjalan, INFJ adalah orang yang tidak mudah jatuh cinta, tetapi setiap ada kesempatan untuk menjalani hubungan asmara dengan lawan jenis, INFJ akan menggunakan kesempatan itu, untuk mengetahui seberapa besar peluang hubungan tersebut bertahan sampai masa depan. Jika peluangnya kecil menurut idealisme INFJ, maka dengan mudahnya INFJ bisa membuat skenario untuk putus hubungan. Karena sulitnya bertemu wanita yang ideal, maka pria INFJ sering berganti pasangan, sehingga kerapkali dicap sebagai playboy. Namun, ketika bertemu dengan wanita yang tepat, dia akan setia sampai kapanpun.

Love is about the right person, isn't it? Memang sih, kesannya, bahkan faktanya kita menyakiti mantan pasangan, karena dengan mudahnya kita memutuskan hubungan. Namun, justru dengan inilah pria INFJ mencegah hubungan berlanjut lebih lama, supaya mantan pasangan lebih cepat move on dan melanjutkan hidup. Tidak membuang banyak waktu, sampai akhirnya menemukan pasangan yang tepat hingga akhir hayat. Baik pria maupun wanita INFJ sama - sama mengalami hal ini.

Namun, yang saya temui di dunia nyata, ada salah satu pria INFJ yang saya kenal, mengambil keputusan gegabah mengenai pernikahannya. Seolah terbutakan dengan cinta sesaat dan tak berpikir ke depannya seperti apa, yang anehnya, hal itu bukan gaya INFJ dalam menjalani hubungan asmara. Mungkin saya harus bahas lebih detail lagi mengenai ini di artikel lain. 


Dijuluki Idealis

Konon katanya, salah satu pride seorang pria adalah bekerja. Namun, bagi pria INFJ yang menolak mengikuti arus di tengah masyarakat, pekerjaan yang sifatnya detail, membosankan baginya, apalagi yang tidak memiliki makna, merupakan struggle tersendiri. Memang idealis adalah julukan yang pantas untuk INFJ, sebab meskipun mereka sulit memilih jalur karir, mereka tetap punya mimpi yang besar untuk menjadi self-employment. Well, jika terlahir dari keluarga kaya, tak masalah. Modal ada. Jika dari keluarga kurang mampu? Terpaksa menghadapi realita yang ada, suka tak suka.

Apalagi jika sudah menikah... Dan istrimu tidak bekerja, pria INFJ sepertinya sangat terbelenggu karena harus menafkahi keluarganya dan meninggalkan idealismenya. Belum lagi yang terjebak dalam sandwich generation. Ah, pelik sekali ya kehidupan manusia. Jika minat dan hobimu terkubur begitu saja, percayalah hidup seperti tak ada artinya.

Lalu, dengan jiwa yang idealis ini, pria INFJ cenderung berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Bahkan, jika ada sedikit hal yang terbentur dengan nilai moral mereka, tak akan segan mereka keluar dari perusahaan itu. 

Selain itu, banyak juga yang memulai karir dengan wirausaha, tetapi faktanya di lapangan, pria INFJ sering melewati detail penting yang justru jadi bumerang bagi usahanya. Oleh karena itu, walaupun mereka sering yakin dengan cita - cita mereka, kenyataan jarang berjalan mulus dan menghasilkan pundi rupiah. Ini harus dibahas lebih detail lagi sih, nanti saya buat artikel khusus INFJ berwirausaha ya.

Namun, tak semua INFJ yang self-employment itu gagal sih, ada juga kok yang berhasil. Semoga kita salah satunya ya!

Photo by Kilarov Zaneit on Unsplash


Dijuluki Plin - Plan dan Pemalas

Sifat moody dan cenderung berubah minat dari waktu ke waktu, menyebabkan INFJ disebut sebagai orang yang plin - plan, dan tak punya prinsip. Apalagi dengan sifat perfeksionis all or nothing, sekalinya mengalami hambatan, INFJ akan menyerah di tengah jalan. Oleh sebab itu, pria INFJ disebut juga sebagai pemalas.

Konotasi negatif ini sangat kental dalam stigma bahwa pria Indonesia tidak boleh malas dalam bekerja. Namun, apakah sifat malas ini benar adanya?

Well, dari luar memang terlihat seperti pemalas, tetapi yang sebenarnya terjadi adalah karena adanya konflik batin yang bergejolak dalam benak pria INFJ. Mereka merasa pekerjaan yang ditempuh tidak memiliki makna yang dalam, sehingga mereka tidak menjiwai pekerjaan itu. Ibarat, kita menikah dengan seseorang yang tidak kita cintai, rasanya ingin berpisah terus, bukan? Hambar, tak ada rasa dalam koneksi tersebut.

Output yang terjadi adalah, INFJ akan ogah - ogahan dalam bekerja, bisa diindikasikan selalu terlambat kerja, tidak bahagia, depresi, dan sensitifitas individualnya akan semakin bertambah, jadi gampang tersinggung.

Namun, jika didukung dengan lingkungan yang suportif, baik secara moral maupun finansial, INFJ akan jauh lebih baik berkembang dan tahu minat apa yang mereka mau. Sayangnya kan, ekonomi dan latar belakang keluarga maupun pergaulan berpengaruh besar dalam hal ini. Tidak semua orang beruntung lahir di keluarga yang harmonis dan berfinansial cukup.

Lalu, apakah finansial menjadi hambatan bagi INFJ dalam menggapai impian ideal mereka? Hmm, sepertinya saya harus bahas section ini lebih detail di artikel lainnya. Stay tuned ya!



Dari beberapa alasan yang saya paparkan di atas, kita dapat tarik kesimpulan, bahwa stigma di Indonesia mengenai ketangguhan pria sangat berpengaruh besar pada kehidupan pria INFJ. Yang saya lihat di dunia nyata, ketika pria INFJ mengikuti hati nurani dan idealismenya, apabila dia berada dalam lingkungan suportif, maka dia akan sukses. Namun, jika dia tetap pada idealismenya, tetapi lingkungannya tidak suportif, dia akan menjadi orang yang dibenci, dan dikatakan orang gila oleh orang lain. Serius, ini kisah nyata. Nanti saya bahas lebih jauh lagi di artikel lain.

Jika pria INFJ mengikuti stigma yang ada, maka hidupnya akan merasa hampa, karena tujuan hidup yang tak jelas dan hanya berusaha memenuhi keinginan orang - orang yang ada di sekitarnya. In other words; people pleaser.

Jadi, semuanya serba salah ya, jika tidak berada di lingkungan yang suportif? Lalu, harus bagaimana agar menjadi bahagia menjadi pria INFJ? No, I mean both men and women of INFJ?

Saya punya beberapa saran sih. Namun, saya tak tahu, apakah ini work atau tidak bagi semua INFJ. Merantau. Kamu akan jauh dari orang - orang toxic yang mengganggu langkahmu untuk jadi dirimu sendiri, atau mengganggumu dalam memilih jalur karir. Dengan syarat, kamu harus merdeka secara finansial, atau kamu minimal punya pekerjaan tetap di rantauan, tetapi kamu juga bisa mengembangkan minat dan hobi di waktu luangmu. Bisa juga dengan berkarya dalam diam, dalam arti, minimalkan kabar karyamu kepada orang yang kamu kenal di dunia nyata. Tujuannya apa? Supaya kamu menghindari nyinyiran toxic people yang kamu kenal, sehingga tidak membuatmu depresi karena mereka menghina atau melecehkan karyamu. Percayalah, jauh lebih overthinking dihina oleh orang yang kita kenal, dibandingkan dihina oleh stranger yang tak tahu siapa kita di dunia nyata. Apalagi, jika taraf sensitifitas kita cukup tinggi, dan kamu yang lebih tahu seberapa besar itu ada pada dirimu. Terlebih, hal tersebut menjadikan kamu memilah, mana audiens yang cocok untuk karyamu, yang bisa menghargai dan mengkritik karyamu dengan cara yang baik, demi kebaikan karyamu di masa depan.

Tak mudah, bukan? Ya, nikmati saja. Ada saatnya dimana INFJ akan berdamai dengan dunia, dan stigma masyarakat hanyalah hiasan dunia belaka, yang tak perlu selalu digunakan. Suatu saat nanti. Optimislah.

Terimakasih sudah mengunjungi Personagram. Jangan lupa kunjungi Personagram di Instagram ya (@personagram.id dan @fellowinfj)! Better be yourself!

Comments

Popular Posts