Ketika INFJ Menonton Film
Hi, Fellow INFJ!
Saya yakin, kamu pasti sangat suka menonton film!
Ya, film merupakan salah satu wadah emosi buatan manusia, yang menciptakan berbagai macam rasa, seperti takut, senang, sedih, cringe, tertawa, terhibur, dan lain sebagainya.
Photo by Tyson Moultrie on Unsplash |
Tentu saja, setiap orang pasti punya preferensi film yang berbeda. Ada yang suka film horor, romantis, komedi, dan lainnya.
Namun, ada satu hal yang membuat INFJ terkesima, atau seolah tersihir dengan film. Apa itu?
EMPATI. Bahkan, sampai hal yang menjadi hiburan semua orangpun, INFJ masih bisa mengaitkan film dengan empati. Lalu, bagaimana sih, korelasinya?
Well, begini. Ketika kamu menonton film sedih, apakah kamu sering merasa sedih berlebihan, padahal film itu sudah kamu tonton berhari - hari yang lalu?
Film sedih itu seolah merasuk dalam jiwa, seolah kamulah yang menjadi peran protagonis, dalam film tersebut. Seolah kamulah yang sedang menjalani hari - hari menyedihkan yang ada di film itu.
Padahal, semua kesedihan yang ada di film itu rekayasa, tak ada yang nyata, lalu mengapa hal ini membuat kita menjadi berlebihan dalam bersedih?
Alasannya adalah, kita menyerap semua emosi itu. Layaknya sponge. Seperti drakula, yang bedanya dia menghisap darah, kita malah menghisap berbagai emosi.
Apakah semua INFJ seperti ini?
Tentu tidak. Banyak faktor yang menyebabkan ini terjadi, dan nyatanya, setelah saya membaca beberapa artikel mengenai hal ini, memang rata - rata INFJ mengalami penyerapan emosi dari sebuah film.
Apa tanggapan mereka? Banyak sekali review negatif, bahkan menghindari untuk menonton film sedih, karena mereka akan merasakan sedih berkepanjangan selama beberapa waktu. Menguras emosi dan pikiran. Bagaimana tidak, kita akan terus berusaha mengingat setiap detail film tersebut dan malah membangkitkan emosi itu.
Namun, ada juga yang menganggap menonton film sedih merupakan hal yang baik. Bahkan, mereka tunggu! Well, saya salah satunya.
Kok bisa sih? Bisa - bisanya menangis karena film malah dinantikan?
Menurut saya, menangis di sini bermanfaat untuk memberi 'makan' sisi emosional saya. Apalagi, saat ini, saya mengalami hari - hari yang menyenangkan, di mana saya merasakan kebebasan yang tak terhingga, sehingga bisa saya katakan, saya hampir tidak pernah stres, apalagi menangis.
Wah, berarti kehidupan saya sangat mulus ya sekarang?
Hahaha! Saya ingin tertawa sepuasnya! Bagaimana tidak? Justru sekarang, bahkan saat saya menulis artikel ini di tengah malam, kehidupan saya dalam posisi terancam! Namun, sedikitpun, saya tidak menangis atau bersedih, walaupun ada kekhawatiran tertentu, tetapi saya tidak ambil pusing, karena saya yakin, ujian yang saya hadapi ini akan cepat berlalu.
Justru, karena tidak pernah lagi menangis, saya menjadi ragu dengan diri sendiri. Saya merasa sedikit hampa. Apakah saya sebahagia itu sekarang, sampai - sampai saya tidak bisa mengeluarkan air mata untuk cobaan genting seperti ini? Atau mungkin saya sudah terbiasa dengan ujian yang datang bertubi - tubi, sehingga saya hanya bisa menghadapi dan menertawainya? Atau apakah mungkin, karena saya sudah bersama orang yang mengerti saya, sehingga saya merasa apapun yang saya lalui dengannya, hal itu akan menjadi kenangan indah suatu saat nanti bagi masa depan kami, dan yakin kami bisa menjalaninya dengan baik?
Well, bisa jadi, ketiganya benar. Dari sanalah, saya merasa butuh untuk menangis, karena saya malah takut berubah menjadi seorang psikopat berdarah dingin. Solusi yang tepat adalah menonton film, bukan?
Hmm, apakah mungkin menonton film menjadi sebuah pelarian dari masalah yang saya hadapi? Bisa iya, bisa tidak. Namun, saya lebih cenderung ke jawaban tidak.
Iya; sebab mungkin saja saya mengalihkan rasa sedih saya dengan menonton film. Tidak; karena pelarian dari masalah itu merupakan sebuah depresi yang diatasi dengan kegiatan tertentu, baik ataupun buruk. Sedangkan, saya sama sekali tidak merasakan depresi, sama sekali. Saya menonton film, murni ingin memunculkan berbagai emosi dalam diri.
Entah karena alasan apa, saya senang bereksperimen dengan emosi - emosi yang saya miliki. Apakah kamu sebagai INFJ juga merasakan hal yang sama? Atau saya mengalami kelainan?
Lalu, bagaimana dengan film lain? Seperti horor, thriller, komedi, romantis, dan lainnya?
Jika disini horor hantu, saya lebih baik menghindarinya. Mengapa? Sebab, hantu tersebut akan tertanam dalam ingatan saya, bahkan sampai terbawa mimpi! Daripada saya menjebak diri sendiri, lebih baik tak menontonnya sama sekali, bukan?
Saya tak suka dengan sensasi kaget yang ditawarkan oleh film horor. Saya tak suka visualisasinya, jelek, pucat, juga seram. Pernah suatu hari, saat saya masih di sekolah menengah, saya diajak untuk bermain salah satu permainan di komputer teman saya. Saya ditinggalkan sendiri olehnya, dan akhirnya setelah beberapa klik, alangkah terkejutnya saya karena keluar gambar hantu seperti yang ada di film Ring. Saya marah, menangis, lalu pulang. Dia tertawa puas, tetapi menurut saya hal itu sama sekali tidak lucu. Bahkan prank sejenis yang banyak dilakukan oleh para YouTuberpun, tak pernah saya anggap lucu.
Well, lucunya, ada sensasi tersendiri ketika saya menonton film thriller. Sensasi adrenalin yang terpicu karena kasus pembunuhan, teka - teki yang muncul dalam film, semuanya membuat saya ikut berpikir (walaupun tebakan saya jarang benar haha). Saya tak masalah melihat darah dalam film, makanya saya khawatir, apakah saya berubah menjadi psikopat atau ini hanya sekedar adrenalin saja (semoga saya normal haha). Saya bahkan ingin berteman dengan orang yang sedingin Sherlock Holmes, karena intelektualitasnya sangat sayang sekali untuk dilewatkan begitu saja. Intellectuality is the new sexy. Walaupun ada yang jauh lebih sexy lagi sih; kebijaksanaan.
Lalu, film komedi? Sebenarnya saya sering menghindari genre ini. Tertawa yang direkayasa justru melawan esensi kemurnian tawa itu sendiri. Makanya, saya lebih memilih menonton variety show, dimana tertawanya merupakan hal yang alami dan tak ada script yang memaksa pemain untuk tertawa. Jadi, film komedi akan saya tonton jika ada yang mengajak saja.
Loh, berarti sama saja, bukan? Film sedih kan, sedihnya direkayasa, berarti esensi kesedihannya tidak murni?
Inilah anehnya. Well, saya punya jawaban tersendiri untuk pertanyaan ini. Begini, jika tertawa di variety show, tak dibuat - buat, tanpa script, maka kita akan menonton sebuah acara yang bahagia, dimana manusia secara nyata sedang menjalani kebahagiaan (terlepas dari apa yang terjadi dalam kehidupan pribadi para pelakon di variety show ya). Namun, jika kita menonton film sedih, saya bersyukur karena kesedihan dalam film itu tidak nyata terjadi dalam kehidupan para pemain film. Itu hanya akting, tetapi emosi kesedihannya bisa membuat seorang INFJ terguncang. Bagaimana lagi, kita kan sponge kesedihan. Justru yang lebih menyedihkan adalah menonton kisah nyata dari orang yang mengalami kesedihan atau musibah. Dua kali lipat menguras kesedihan kita. Jadi, film merupakan level yang lebih ringan untuk itu.
Dan, film romantis? Sejauh ini, saya masih bisa merasa berbunga - bunga ketika menonton film ini, tetapi... saya akan merasa cringe jika melakukan hal romantis bersama pasangan. I'm not romantic at all, lol.
Jadi, dengan menonton film, bisa jadi itu sebuah pelarian dari kenyataan. Bisa jadi, itu sebuah kegiatan yang bisa membangkitkan berbagai emosi dalam diri, agar tak mati rasa. Dan terkadang, saya akui, menjalani hidup dengan satu emosi yang itu - itu saja, sangat membosankan. Namun, itu berlaku bagi saya. Bisa jadi pula, kamu tidak setuju dengan saya.
Bagaimana denganmu, Fellow INFJ? Apakah kamu sering sedih berlebihan juga ketika menonton film sedih?
Well, sampai di sini dulu. Terimakasih sudah mengunjungi Personagram. Jangan lupa kunjungi Personagram di Instagram ya (@personagram.id dan @fellowinfj)! Have a nice day!
Comments
Post a Comment